Wisata

12/05/2018

PERKEMBANGAN PERHUTANAN SOSIAL DI INDONESIA

Hutan berizin yang dikelola swasta (korporasi) mencapai 40.4 juta ha (95,76 %) sedangkan yang dikelola oleh masyarakat hanya 1.7 juta ha (4.14 %), dari priode Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) sebelum tahun 1999 hingga 2017.


Solusi pemerintah mengatasi ini adalah dengan mengubah proporsi pelepasan hutan untuk masyarakat berdasarkan program reformasi agraria. Reformasi agraria yang secara teknis disebut Tanah Obyek Reforma Agraria (TORA) meliputi 9 juta ha lahan masing-masing legalisasi asey 4,5 juta ha dan redistribusi lahan 4,5 juta ha,

Legistrasi lahan meliputi tanah transmigari di luar kawasan hutan dan lahan penduduk yang belum mempunyai sertifikat sedang redistribusi lahan meliputi hak guna usaha yang sudah kadarluarsa, tanah terlantar dan pelepasan hutan.

Reforma agraria dari kawasan hutan tertuang dalam rencana pembangunan jangka menengah nasional 2015 - 2019, diharapkan proporsi masyarakat untuk menguasai aset TORA dapat ditingkatkan dari proporsi 12 % menjadi 38 - 41 %, sedang untuk pemanfaatan hutan yang dilakukan melalui skema perhutanan sosial dapat ditingkatkan dari porsi 2 % menjadi 28 - 31 %.

Perhutan sosial memberikan perizinan legal akses kelola kawasan hutan berdasarkan UU No 5 /1967 
dan disempurnakan oleh UU No 41 / 1999. Masyarakat dapat mengelola kawasan hutan seluas 12,7 juta ha selama 35 tahun dan dapat diperpanjang. Pada masa lalu program perhutanan sosial hanya seluas 822.370 ha yang dikuasai masyarakat sementara swasta menguasai 42.253.234 ha.

Pada tahun 2015 - 2018 perhutanan sosial naik menjadi 23 % - 31 % (12,7 juta ha), sementara pemerintah memberikan izin usaha pemanfaatan hutan tanaman industri (HTI) hanya sebanyak 25 izin dengan luasan sekitar 796. 000 ha kawasan, dibanding dengan periode tahun sebelumnya yang memberikan izin HTI dengan luasan sekitar 2 juta ha kawasan.

Program perhutanan sosial telah mengalokasikan Petani Budikatif dan Areak Perhutanan Sosial (PIAPS) yang dikeluarkan berdasarkan keputusan menteri No SK 4864/MENKLH/RE/NPLA.0/9/2017 yang dikeluarkan tanggal 25 september 2017, KLHK memiliki target untuk menyediakan seluas 2 juta ha kawasan perhutanan sosial tahun 2018 dan 2,5 juta ha di tahun 2019 yang akan datang.

Pemanfaatan hutan produksi yang tidak dibebani izin akan dialokasikan untuk meningkatkan akses masyarakat dalam mengelola kawasan hutan. Pengelolaan ini melalui Skema Hutan Kemasyarakatan (HKm), Hutan Desa (HD) dan Hutan Tanaman Rakyat (HTR) sebagai perwujutan konfigurasi bisnis baru untuk memperdayakan masyarakat disekitar hutan yang luasnya terus meningkat.

Pada tahun 2015 arah ruang kelola sosial secara jelas dituangkan dalam peta arahan pemanfaatan hutan produksi dimana pada tahun sebelumnya tidak secara eksplisit dicantumkan. Kawasan hutan produksi yang dialokasikan untuk kelola sosial seluas 6,1 juta ha dan menjadi 6,9 juta ha pada tahun 2017 dari 11,9 juta ha hutan produksi yang tidak dibebani izin.

Perizinan yang diterbitkan dari tahun 2015 - 2017 sebanyak 31 unit (IUPHHR-HA/HTI/RE) dengan luas 974.168 ha jumlah ini jauh dan sedikit di banding tahun 2010 - 2014 sebanyak 121 unit dengan luas 4.891.466 ha, selanjutnya izin korporasi tetap diberikan secara selektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan.
Kemitraan antara pemegang IUPHHK - HTI dengan masyarakat dalam rangka mewujudkan perhutanan sosial terus didorong.

Upata percepatan perhutanan sosial melalui pencadangan dan penetapan hutan adat dilakukan dengan cara pelatihan dan pendampingan terkait hutan adat didaerah , mendorong psoses penerbitan Peraturan Daerah (PERDA) tentang Masyarakat Hukum Adat (MHA) serta melakukan verifikasi bersama terhadap subjek dan objek calon hutan adat.
"
"